Tampilkan postingan dengan label Ratu Adil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ratu Adil. Tampilkan semua postingan

21/11/2016

, , , , , , ,

PERANG JAWA : PERANG TANPA TUJUAN MENANG

Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta, pada tanggal 11 November 1785. Beliau adalah anak selir dari istri Pangeran Adipati Mangkunegoro yang merupakan Sultan Hamengku Buwono III. Pangeran Diponegoro juga memiliki nama kecil seperti orang jawa umumnya pada masa itu, yaitu Raden Mas Antawirya. Sedangkan nama dewasa beliau adalah Ngabdul Kamid Erucakra (KEMENDIKBUD, 2012:429).

Pangeran Diponegoro adalah penyulut Perang Jawa atau biasa disebut Perang Diponegoro. Perang ini dimulai pada tahun 1825 hingga berakhir pada saat Pangeran Diponegoro ditangkap yaitu pada tahun 1830. Perang Jawa merupakan perang antara kubu Pangeran Diponegoro melawan pemerintahan Hindia Belanda. Kubu Pangeran Diponegoro kebanyakan adalah rakyat jelata dan masyarakat islam pada saat itu. Sejarawan mainstream menyimpulkan penyebab utama Perang Jawa adalah insiden di Tegalrejo yang merupakan rumah Pangeran Diponegoro (KEMENDIKBUD, 2012:430).

Penyebab sebenarnya dari Perang Jawa. 
Insiden Tegalrejo adalah peristiwa sengketa patok tanah dari Pangeran Diponegoro dengan Hindia Belanda. Hindia Belanda membuka lahan untuk pembuatan jalan dengan melewati tanah milik keluarga Pangeran Diponegoro (Nugroho Notosusanto, 1986:162). Peristiwa ini menjadi penyebab mainstream oleh sejarawan yang membahas mengenai Perang Jawa. Namun pada komik sejarah Perang Jawa seri 1, dituliskan bahwa insiden Tegalrejo hanya membuat perang meletus lebih awal dari yang direncanakan oleh Pangeran Diponegoro. Setelah ditelusuri dari berbagai sumber yang membahas Perang Jawa, pernyataan tersebut adalah benar. 

Pada buku Indonesia Dalam Arus Sejarah, Pangeran Diponegoro disebut sudah sejak lama merencanakan perang terhadap Hindia Belanda. Tegalrejo bukan lagi sebuah perdikan yang sunyi, melainkan suatu tempat berkumpulnya para pemimpin masyarakat untuk “menjual” dan “membeli” gagasan, serta menyusun rencana dan aksi rahasia tatkala Kesultanan Yogyakarta mengalami kekosongan kepemimpinan. Kegiatan ini tidak pernah tercium oleh pemerintah Hindia Belanda maupun penguasa Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Diponegoro bahkan sudah mengirim abdi dalem untuk mengawasi penguasa kesultanan dan pemerintah Hindia Belanda (KEMENDIKBUD, 2012:430). 

Perang Jawa pada dasarnya lahir karena Pangeran Diponegoro mencita-citakan Kesultanan Yogyakarta yang memuliakan agama berada dalam wadah negara (balad) Islam. Ditambah pula oleh pengalaman Pangeran Diponegoro sendiri dalam berpolitik, pada saat beliau membantu ayahnya yang sedang bersengketa kekuasaan terhadap kakek beliau yang merupakan Sultan Hamengku Buwono II. Pada saat tersebut Pangeran Diponegoro sadar adanya campur tangan asing dalam menentukan seorang sultan. Pangeran Diponegoro menyaksikan sendiri betapa mahalnya kompensasi yang diminta oleh Raffles tatkala ayahnya diangkat sebagai sultan. 

Alasan Perang Jawa disebut sebagai perang tanpa tujuan menang. 
Sebuah buku dari Peter Carey yang berjudulkan Ekologi Kebudayaan Jaya & Kitab Kedung Kebo ternyata menyimpan sebuah penjelasan dari pernyataan Perang Jawa sebagai perang tanpa tujuan menang. Dalam komik sejarah Perang Jawa seri 1 ini, Aji Prasetyo menuliskan bahwa Pangeran Diponegoro hanya mengisolasi Kesultanan Yogyakarta, pernyataan tersebut dibenarkan oleh buku Indonenesia Dalam Arus Sejarah. 

Kemudian dalam komik sejarah Perang Jawa seri 1 menyatakan bahwa Pangeran Diponegoro tidak menyerbu Keraton Mangkunegara, padahal dengan keadaan saat itu apabila dilakukan perundingan atau penyerbuan pihak Pangeran Diponegoro akan menang. Akibat dari tindakan Pangeran Diponegoro tersebut adalah datangnya pasukan bantuan dari pemerintah Hindia Belanda dari berbagai wilayah Indonesia. Kemudian pasukan bantuan ini mendorong pasukan Pangeran Diponegoro sampai wilayah Pajang. Setelah peristiwa tersebut hampir tidak ada kemungkinan bagi Pangeran Diponegoro untuk memenangkan perang. 

Peter Carey menuliskan bahwa dalam dalam buku Kedung Kebo yang ditulis oleh Cakranegara (saudara satu guru Pangeran Diponegoro) menyatakan sebelum terjadinya Perang Jawa ada tanda-tanda disertai keajaiban-keajaiban yang diterima oleh Pangeran Diponegoro. Tanda tanda ini dapat dibagi sebagai berikut : 
  1. Sebelum Perang Jawa mengenai tanda-tanda yang disertai keajaiban. 
  2. Setelah meletusnya Perang Jawa (sedang perang), pembicaraan membahas ramalan Jayabaya mengenai Perang Jawa. 
Sebelum Perang Jawa Pangeran Diponegoro mengirimkan abdi dalemnya yaitu Jayamustapa untuk bersemadi di kuburan Sultan Agung ditemani oleh jurukunci, Kyai Balad. Didapatkan suatu petunjuk yang diartikan jurukunci bahwa Pulau Jawa akan terjadi peperangan yang banyak menumpahkan darah penduduknya. Pangeran Diponegoro paham betul artinya, beliau kembali mengirimkan Jayamustapa yang disertai tiga orang lainnya ke Nusakambangan untuk mencari bunga Wijaya Kusuma. Bunga Wijaya Kusuma menurut orang Jawa adalah bunga yang dicari oleh orang yang ingin mengambil mahkota kekuasaan, apabila menemukan maka akan sukses pengambilan kekuasaannya. Pada tugas tersebut Jayamustapa dan tiga orang yang menemaninya tidak dapat menemukan bunga Wijaya Kusuma(Peter Carey, 1986:46-47). Kembalinya Jayamustapa dan tiga orang yang menemaninya tanpa membawa bunga tersebut ke hadapan Pangeran Diponegoro, beliau sudah mengerti bahwa perang yang akan terjadi tidak akan membuahkan kemenangan. Selain dari mengirimkan orang, Pangeran Diponegoro lebih lanjut mengkaji ramalan Jayabaya yang membahas mengenai perang yang akan terjadi dikarenakan dirinya. Dalam ramalan tersebut Pangeran Diponegoro semakin yakin bahwa memang belum waktunya menang melawan asing. Tetapi, perang yang akan terwujud itu merupakan pembuka atau yang mengawali perang atau perjuangan-perjuangan selanjutnya untuk mengusir asing (Peter Carey, 1986:50).

Ditulis sebagai mini makalah.
Continue reading PERANG JAWA : PERANG TANPA TUJUAN MENANG