Tampilkan postingan dengan label Kolam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kolam. Tampilkan semua postingan

24/10/2016

, , ,

KOLAM PUBLIK IBUKOTA


Hujan sudah turun sejak pagi, senja mulai datang namun air yang turun dari langit sama sekali tak menunjukan akan berhenti. Kanal dan tanggul tak lagi mampu menahan air memenuhi jalanan. Jalan-jalan di Ibukota Jawa Tengah tak lagi mampu menjalankan fungsinya, dan berubah  menjadi kolam-kolam besar. Kendaraan-kendaraan bermotor yang berani memasuki “kolam besar” ini akan takluk oleh kuasa air yang dapat memasuki setiap ruang-ruang mesin dan membuat komponen-komponen elektrik bermasalah.
Air laut pasang yang menjelajah ke daratan menambah parah keadaan. Rumah-rumah di pesisir laut sudah lama terendam, air rob mengusir penghuni dan harta benda banyak tak terbawa. Bocah-bocah asik bermain air di jalanan yang perlahan menjadi kolam publik. Salah satunya bernama Bimo, bocah itu bermain air dengan menggunakan ban dalam truk yang sudah berubah menjadi pelampung.
“hyaaa . . hyaa . . rasain itu basah juga kan,” Bimo memercikan air genangan itu keteman-temannya yang takut basah.
Orang tua Bimo tidak terlihat sedang mendampingi anaknya, mereka terlihat sedang berusaha dengan warga kampung membuat tanggul sementara dari karung-karung pasir yang disusun. Mereka berusaha menahan air dari banjir yang terlihat semakin meninggi. Setiap tahun kampung tersebut tergenangi oleh banjir tahunan yang tak kunjung diatasi oleh pemerintah. Pembenahan tanggul dan rumah pompa yang sudah terlaksana pun tak mengubah tradisi kolam publik di kampung tersebut. Rumah pompa hanya menjadi hiasan, pompa yang berharga tinggi juga terbengkalai dan kemudian rusak karena tak pernah dihidupkan.
Pemerintah mencanangkan program peninggian jalan, namun program tersebut tidak efektif. Program tersebut hanya merubah aliran air, tak lagi menggenangi jalanan besar namun rumah-rumah dan jalan-jalan yang tidak ditinggikan yang tergenang. Warga mau tidak mau menerima keadaan banjir ini, salah satunya ketua RT 05 di Parang Kusumo, Tlogosari. Beliau mengatakan “Peninggian jalan apabila rumahnya tidak ikut ditinggikan akan percuma saja. Selain itu, Tlogosari ini juga menjadi tempat mengalirnya air dari arah selatannya, seperti jalan Supriyadi dan Medoho. Penduduk hanya mempunyai pilihan melewati jalan Soekarno Hatta yang tidak dipenuhi oleh air.” Selain itu, di Udan Riris yang kontur tanahnya lebih rendah dari Parang Kusumo membuat jalan-jalan tenggelam. Bocah-bocah memanfaatkan genangan tersebut untuk bermain air.
Pada tahun 2014, keadaan banjir di Kota Semarang menjadi yang terparah dalam beberapa tahun terakhir. Seorang karyawati di sebuah toko keramik daerah Bubaan menceritakan “Selama tiga hari saya tidak bisa masuk kerja, jalan Soekarno Hatta dari RS Dr. Cipto sampai daerah kantor saya tergenangi. Hanya mobil-mobil besar yang bisa melewatinya, sedangkan kendaraan roda dua saya pasti mogok saat melewatinya. Hal ini saya alami kala itu, agar saya bisa berangkat kerja harus diantar suami dengan menggunakan mobil Blindvan.”
Karyawati tersebut menambahkan “Anak saya ketika pulang dari sekolahnya di tengah Kota Semarang, motornya sempat beberapa kali mogok ketika melewati jalan Medoho. Membuat anak saya harus mendorongnya sekitar 1 km dengan posisi sedang hujan dan banjir.” Pada saat itu memang keadaan Kota Semarang sedang darurat oleh banjir, kegiatan perputaran uang terhambat.
Seorang siswi STM Pembangunan Semarang memberi kesaksian banjir yang terjadi Simpang Lima, “Tinggi air sudah menyamai permukaan trotoar di Simpang Lima, motor-motor yang nekat menerjang mesinnya mati ketika sudah berjalan beberapa belas meter. Sekolah saya juga sudah terendam oleh air, membuat evakuasi atas alat-alat praktek yang riskan dengan air dilakukan. Pada pagi harinya sekolahan bersih-bersih bersama membuat kondisi agar tetap nyaman untuk dilakukannya kegiatan belajar mengajar.” Pada tahun ini dia juga mengalami hal yang sama, “Ketika saya pulang dari Polines setelah hujan mereda, saya harus rela dimandikan oleh air-air cipratan dari motor dan mobil yang melewati saya.”
Keadaan ini menjadi sebuah potret kehidupan yang setiap tahun muncul di pemberitaan televisi maupun media cetak. Pemerintahan seakan tak serius mengatasi permasalahan yang sudah menjadi tradisi. Warga harus berusaha sendiri mengatasi tradisi yang membuat mereka mengungsi setiap tahunnya. Kolam publik masih akan selalu terbentuk menjadi tempat berendamnya kendaraan bermotor yang nekat, dan para bocah yang ingin bersenang-senang.
Continue reading KOLAM PUBLIK IBUKOTA